DR.Efrinaldi, Pemikiran Politik Islam

Jumat, 10 April 2009

MANIFESTASI KESABARAN

MANIFESTASI KESABARAN
Oleh: DR. Efrinaldi, M.Ag.


SABAR adalah akhlak terpuji dan termasuk salah satu tiang iman. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan kuatkan kesabaranmu serta tetaplah bersiapsiaga (mempertahankan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu memperoleh keberuntungan.” (QS. Ali Imran/3: 200).
Peribahasa Inggeris bertutur, “Patience is the base of happiness” (Kesabaran adalah pokok kebahagiaan). Sabar merupakan suatu sikap jiwa yang positif dan kunci sukses dalam menghadapi berbagai kendala, problematika hidup, dan berbagai musibah yang menerpa. Dalam kesabaran terpancar sikap jiwa yang optimis, bukan malah pesimis dan apatis, tetapi penuh dinamika dan bersahaja.

HAKIKAT SABAR
Secara etimologis, sabar berasal dari kata shabara, yashbiru, shabran, yang berarti tabah hati; berani atas sesuatu. Dalam asumsi dan makna umum, sabar bukanlah berarti menyerah begitu saja kepada keadaan, tetapi sabar adalah suatu sikap hati yang tabah dan teguh, tidak gampang mengeluh karena musibah yang menimpa atau bencana yang menerpa.
Sabar pada hakikatnya merupakan suatu sikap moralitas yang terpuji dan menjadi benteng terhadap perbuatan yang maksiat dan tercela, serta sebagai solusi dinamis dalam perilaku menghadapi berbagai kendala dan problema. Sabar menjadi tolok ukur yang tepat untuk membuktikan seseorang berjiwa besar. Bahkan, kesuksesan dan keberuntungan di dunia dan akhirat terkait erat dengan sikap sabar dan taqwa. Firman Allah: Sesungguhnya siapa yang bertaqwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf/12: 90).
Sabar bukan menerima saja apa yang ada tanpa melakukan ikhtiar, tetapi berupaya terus untuk mencari jalan keluar, sampai berhasilnya suatu cita-cita mulia dengan penuh ketabahan dan ketetapan hati yang teguh. Sabar dalam suatu perjuangan adalah orang yang berani menghadapi dan menempuh resiko dengan perhitungan yang tepat. Sabar dalam memegang amanah dan menyimpan rahasia adalah orang yang dapat dipercaya dan mempunyai kredibilitas yang tinggi. Sedangkan sabar terhadap suatu peristiwa atau kejadian yang tidak disukai adalah ridha. Seorang muslim hendaknya selalu bersikap sabar terhadap apa saja yang datang dari Allah SWT dan yakin ada hikmah di balik setiap peristiwa dan bencana yang menimpa.

APLIKASI SIKAP SABAR
Jalan menuju hidayah Allah adalah jalan yang berat. Perjalanan menggapai keridhaan Ilahi itu panjang dan penuh cobaan. Tidak ada yang mampu mengarungi perjalanan itu kecuali orang yang bersabar ketika bencana menerpa, bersabar dalam melaksanakan ketaatan, serta bersabar dalam mengendalikan diri dari terjerumus ke dalam perbuatan maksiat.
Secara esensial, kesabaran itu diterapkan dalam tiga hal. Pertama, sabar ketika musibah menerpa (ash-shabr ‘alal mushibah). Musibah, bencana atau cobaan yang ditimpakan Allah kepada hamba-Nya, seperti gempa bumi, kemarau yang panjang, gunung meletus, tanah longsor, dan lain sebagainya, pada dasarnya merupakan sarana untuk menguji keimanan manusia. Allah berfirman: “Kami pasti akan menguji kamu dengan sesuatu ujian, baik berupa ketakutan, kelaparan, menyusutnya harta benda dan nyawa, maupun berkurangnya hasil buah-buahan. Sampaikan berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah/2: 155).
Orang yang sabar ketika musibah menimpa dirinya selalu bersikap teguh hati dan semakin ingat kepada keagungan dan kebesaran Tuhannya. Karena, dalam keyakinannya segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Inilah hakikat ucapan Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un dalam kalbu seorang Muslim. Atas dasar ini, orang yang sabar tidak mudah berputus asa dalam mengharap rahmat dan ‘inayah Allah.
Kedua, sabar dalam melaksanakan ketaatan dalam beribadah (ash-shabr bith-tha’ah). Kesabaran dalam beribadah terwujud dalam sikap penuh taat, mampu mengendalikan diri dan tidak tergesa-gesa, khusyu’ dan mematuhi rukun dan syarat yang terkait dengan ibadah tersebut. Karena, pada hakikatnya ibadah merupakan suatu sarana bagi terjalinnya hubungan vertikal antara seorang hamba dengan Tuhannya.
Ketiga, sabar dari mengerjakan perbuatan maksiat (ash-shabr ‘anil ma’shiyah). Kesabaran bila berhadapan dengan perbuatan maksiat tercermin dari sikap mengendalikan dan menghindarkan diri dari perbuatan maksiat tersebut dengan penuh hati-hati dan waspada. Sabar terhadap keinginan berbuat maksiat adalah menjaga kesucian diri (iffah). Kecenderungan dan daya tarik berbuat maksiat itu biasanya jauh lebih kuat daripada motivasi untuk berbuat kebaikan. Kesabaran dalam konteks ini termanifestasi dalam upaya mengendalikan diri agar jangan sampai terjerumus ke lembah nista dan maksiat itu.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda