DR.Efrinaldi, Pemikiran Politik Islam

Kamis, 16 April 2009

MASJID DAN PEMBINAAN MASYARAKAT ISLAM



MASJID DAN PEMBINAAN MASYARAKAT ISLAM
Oleh: DR. Efrinaldi, M.Ag.



Masjid sangat urgen sebagai sarana & tempat beribadah umat Islam. Masjid merupakan sentral berbagai aktifitas yang dilakukan dalam masyarakat Islam. Bersimpuh dan bersujud kepada-Nya di dalam masjid. Allah berfirman: Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, karena itu janganlah menyembah selain Allah sesuatupun (QS. Al-Jin (72): 18).
Dalam historisitas Islam, tercatat ketika Nabi Muhammad SAW, pada mula penyiaran Islam di kota Mekkah. Betapa hebat kesulitan yang dialami beliau ketika memulai dakwah di kota Mekkah. Meskipun realitas demikian, Nabi tidak pernah mengeluh, selalu tabah dan tawakal. Staregi dakwah kemudian menuntut untuk melakukan hijrah ke Madinah. Langkah pertama yang dilakukan Nabi adalah membangun Masjid. Masjid Quba’ merupakan masjid pertama kali dibangun kemudian menyusul dengan Masjid Nabawi yang juga didirikan di Madinah. Masjid di kala itu terlihat sebagai pusat pembinaan masyarakat Islam, tempat pendidikan, sarana konsultasi dan komunikasi berbagai masalah sosial, ekonomi dan budaya, tempat perdamaian dan pengadilan sengketa, tempat latihan militer dan persiapan alat-alat angkatan bersenjata.

Hakikat dan Fungsi Masjid
Berkenaan dengan makna, hakikat dan fungsi masjid, Allah berfirman: Wa annal masajida lillah, sesungguhnya masjid-masjid itu pada hakikatnya adalah milik Allah. Masjid pada dasarnya merupakan tempat dan sarana beribadah kepada Allah.
Dalam konteks sufisme, masjid secara etimologis berasal dari kata sajada, yasjudu, sujudan, yang berarti bersujud dan bersimpuh kepada Ilahi. Pernah suatu kali Imam Hasan bin Ali ditanya orang,”Kenapa orang yang selalu beribadah dan hatinya benar-benar terpaut ke masjid wajahnya berseri dan jiwanya tenteram?” Lantas dijawab oleh Imam Hasan bin Ali, ”Karena mereka berdialog (munadjat) dengan Tuhannya”.
Dalam konteks sufisme Islam, seorang Muslim yang benar-benar melaksanakan ibadah dan benar-benar hatinya terpaut ke masjid maka akan ada keterjalinan hubungan vertikal antara makhluk dengan Khaliq-nya, antara hamba dengan Tuhan-nya. Ibadah terlihat sebagai wahana untuk mendekatkan diri pada Tuhan, ber-taqarrub kepada Allah SWT, penguasa jagad raya ini. Oleh karena itu, seorang mukmin yang benar-benar beribadah dan hatinya terpaut ke masjid maka jiwanya tenang dan pikirannya lapang.
Oleh karena itu, seorang Muslim di dalam masjid dalam qaul ulama, seperti laksana ikan di dalam laut. Sebaliknya, orang kafir di dalam masjid ibarat burung di dalam sangkar.
Bahkan, dalam historisitas Islam masjid di kala itu di samping sebagai tempat dan sarana peribadatan, juga sebagai pusat pembinaan masyarakat Islam, tempat pengaturan administrasi pemerintahan, tempat pendidikan (tarbiyatul ummah), sarana konsultasi dan komunikasi berbagai masalah sosial, ekonomi dan budaya, tempat perdamaian dan pengadilan sengketa, tempat latihan militer dan persiapan alat-alat angkatan bersenjata.

Ta’mirul Masajid
Ta’mirul masajid, menyemarakkan masjid. Masjid adalah tempat dilaksanakannya shalat berjamaah. Dengan adanya perintah shalat berjama’ah berarti suatu kandungan makna akan pentingnya persatuan dan persaudaraan di kalangan umat Islam. Masjid sebagai tempat pembinaan persaudaraan dan persatuan umat Islam. Persaudaraan bukan hanya berdasar hubungan sedarah dan sepersukuan, tetapi persaudaraan yang bernuansa ikatan religius, ukhuwah Islamiyah. Ittihad al-ummah, umat yang bersatu dan umat yang militan yang menebarkan kebenaran dan kemaslahatan bagi umat manusia.
Rasa persamaan juga dipupuk dalam shalat berjama’ah yang diadakan di masjid. Shalat berjama’ah mengandung asas equality before law, persamaan di hadapan hukum. Siapa yang datang ke masjid lebih awal berhak menempati shaf pertama, tanpa memandang jabatan dan posisi seseorang. Dengan demikian, nilai-nilai demokrasi sebenarnya sudah ditanamkan pula di masjid melalui ibadah shalat yang dilakukan secara berjama’ah.
Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar (QS. Al-Ankabut/29 : 45). Seorang Muslim yang benar-benar shalat jiwanya tenang dan hati pun senang. Karena orang yang shalat dan hatinya terpaut ke masjid selalu merasa dalam pengawasan Allah. Oleh karena itu, dalam masyarakat perbuatan keji dan munkar akan dapat dicegah, seperti praktek KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme). Tidak akan ada penipuan, penggelapan, manipulasi yang dapat merugikan masyarakat.
Apabila semua lini masyarakat sudah merasa berada dalam kontrol Ilahi, adanya kesadaran berada dalam pengawasan Allah, maka tentu apa yang dicita-citakan akan tercapai. Masyarakat aman, damai dan sejahtera. Krisis multidimensi dan keterpurukan bangsa dan negeri ini akan dapat dihindari.

Hidayah Allah dan Tautan Hati pada Masjid
Muslim yang baik menghadapi masalah dengan petunjuk Allah. Rajulun mu’allaqun fil masajid, yaitu orang yang terpaut hatinya ke masjid merupakan salah satu golongan yang mendapat perlindungan di saat tiada perlindungan selain perlindungan-Nya.
Memang dalam hidup ini manusia dihadapkan dengan berbagai kesulitan dan masalah. Ada masalah yang dapat diselesaikan sendiri, di samping ada masalah yang bisa didiskusikan dengan orang lain. Ada masalah yang bersifat personal, ada masalah dalam konteks sosial kemasyarakatan, di samping itu ada masalah yang lebih makro dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tetapi, di balik semua itu, ada masalah di luar kekuatan rasio kita sebagai manusia. Di kala itu kita seorang mukmin yang benar-benar terpaut hatinya ke masjid selalu bermunadjat kepada-Nya.
Idza hamma ahadukum bil amr fal-yarka’ raka’atain min ghair al-faridhah (Apabila salah seorang di antara kalian menghadapi masalah yang sangat penting; masalah yang cukup berat, dirundung masalah gawat atau tertimpa musibah, fal’yarka! ruku’lah, adukan sama Tuhan. Mudah-mudahan cobaan yang dihadapi, hati semakin aman dan damai dalam kekuatan Tuhan. Jiwa makin tenang, hati kian lapang. Hidup dilalui selalu bersama-Nya. Dia hadir dalam segenap gerak-gerik kita.
Mohonlah hidayah kepada Allah di saat tertimpa musibah dan dirundung berbagai masalah, karena memohon hidayah Allah itu adalah kebiasaan Nabi SAW. Memohon hidayah Allah bisa dilakukan dengan berdo’a dengan khusyu’ setelah shalat berjamaah yang dilangsungkan di masjid, shalat tahajjud, shalat sunat hajat, istikharah dan sebagainya. Shalat istikharah sebenarnya bukan hanya sebagai sholat sunat untuk memohon keputusan di antara dua alternatif yang diragukan, tetapi shalat istikharah juga merupakan penemuan solusi dari berbagai masalah yang ruwet yang dihadapi.
Mudah-mudahan dengan demikian jiwa kita semakin tenang dan hati kian lapang dalam ikatan kemasjidan. Semoga kehidupan kita selalu diridhai oleh Allah SWT. Waladzikrullahi Akbar!

Label: