DR.Efrinaldi, Pemikiran Politik Islam

Jumat, 10 April 2009

STRATEGI AKSELERASI

STRATEGI AKSELERASI
PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARI’AH

A. Pendahuluan
Perkembangan bank syari’ah di Indonesia akhir-akhir ini cukup pesat. Dinamika dan kiprah bank syari’ah memperlihatkan secercah harapan untuk memainkan peran yang lebih besar dalam mengembangkan perekonomian masyarakat. Harapan itu mencuat, karena karakteristik sistem perbankan syari’ah yang tidak mentolerir praktek riba (the usury)
[1] dengan penggunaan sistem bagi hasil (profit/loss sharing contract) secara berimbang sebagai penggantinya, serta pelarangan transaksi keuangan yang bersifat spekulatif (al-gharar) dengan tanpa didasarkan pada usaha yang riil. Aspek moralitas dalam prinsip-prinsip syari’ah mendorong terciptanya etika usaha, dengan komitmen dan integritas yang tinggi.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang bunga bank sebagai sesuatu yang riba membawa implikasi yang besar dalam gerak laju perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia. Fatwa MUI ini menemukan momentum yang tepat, meski sesungguhnya hanyalah berupa penegasan kembali soal riba. Preferensi masyarakat terhadap bank syari’ah makin tinggi yang terlihat dari lonjakan dana masyarakat yang terjaring masuk ke dalam sistem perbankan syari’ah, meskipun upaya dari kalangan praktisi bisnis perbankan syari’ah diakui juga tidak kecil.
Di saat perbankan syari’ah mulai merambah di tubuh perbankan nasional, pasar finansial mulai menerimanya. Bisnis berbasis syari’ah memberikan jasa pelayanan yang kompetitif, yang pada akhirnya dapat mendorong peningkatan aliran modal masuk, terutama di lembaga atau pihak-pihak yang mempersyaratkan pola transaksi dengan prinsip syari’ah. “Kesejukan siraman rohani” para ulama turut mempercepat perkembangan bisnis berbasis syari’ah ini, yang terlihat semakin meningkatnya dana masyarakat yang terjaring ke dalam perbankan syari’ah yang terjadi dalam beberapa bulan saja setelah fatwa MUI pada akhir tahun lalu itu. Bank syari’ah telah memberikan kontribusi bagi dunia perbankan di Indonesia, meskipun sebelumnya realitas terkadang menunjukkan kinerja dan dukungan masyarakat terhadap bank syari’ah, masih jauh dari potensi yang dapat digali dan dikembangkan.

B. Orientasi dan Tujuan Pengembangan Perbankan Syari’ah
Sekitar dekade 70-an umat Islam di berbagai negara mulai berusaha mendirikan bank-bank yang berdasar syari’ah. Pada umumnya orientasi dan tujuan untuk mendirikan bank ialah untuk merevitalisasi dan mengembangkan aplikasi prinsip-prinsip dan tradisi syari’ah ke dalam transaksi keuangan dan perbankan.
Dewasa ini orientasi dan tujuan pengembangan sistem perbankan syari’ah, selain untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip syari’ah dalam lembaga finansial, antara lain juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap jasa perbankan yang tidak menerapkan sistem bunga (interest).
Selain itu, pengembangan sistem perbankan syari’ah juga bertujuan menciptakan peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan (mutual relationship), dalam bentuk hubungan kerjasama investasi yang harmonis. Secara praksis, dalam sistem perbankan syari’ah dapat dilihat melalui implementasi prinsip-prinsip al-mudharabah dan al-musyarakah.
Keberadaan perbankan syari’ah sangat urgen dalam menerapkan dan mementingkan aspek-aspek moralitas dalam lembaga-lembaga keuangan saat ini. Dalam sistem perbankan syari’ah, terlihat adanya pembatasan kegiatan spekulasi dengan high risk yang tidak produktif, peniadaan unsur al-gharar,
[2] serta pelarangan riba dengan peniadaaan pembebanan bunga bank.
Dalam sistem perbankan syari’ah dilarang adanya fixed return (penetapan keuntungan yang pasti di muka) dalam berbagai kontrak. Dalam konteks ini, terlihat adanya perbedaan antara investasi dalam sistem perbankan syari’ah dengan perbankan lain. Investasi merupakan kegiatan usaha yang mengandung resiko karena adanya unsur ketidakpastian, dengan laba dan resiko dibagi secara berimbang, yang perolehan kembaliannya (return) tidak tetap.
Sistem perbankan syari’ah diharapkan juga dapat meningkatkan kualitas kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Melalui sistem bank ini, problema sosial-ekonomi diharapkan dapat diminimalisir, dengan peningkatan pendapatan masyarakat dalam pengembangan kegiatan-kegiatan usaha produktif dan peningkatan kesempatan kerja.
Di Indonesia, bank syari’ah lahir di saat banyak bank lain dihimpit persoalan yang sulit dipecahkan. Bank syari’ah diharapkan mampu menjadi bank alternatif. Pengembangan perbankan syari’ah dapat meningkatkan ketahanan sistem perbankan nasional, yang pada saat terjadi krisis keuangan, bank syari’ah dapat mengurangi problema systemic risk.
Sejalan dengan upaya-upaya restukturisasi perbankan tersebut, pengembangan bank syari’ah diharapkan dapat meningkatkan kualitas sistem perbankan. Pengembangan perbankan syari’ah dilakukan dalam rangka pengembangan sistem perbankan alternatif, yang memiliki karakteristik dan keunggulan tertentu.

C. Peluang dan Strategi Pengembangan Perbankan Syari’ah
Pada dasarnya perbankan itu merupakan suatu lembaga keuangan, yang memberikan kredit dan jasa-jasa dalam peredaran dan pembayaran uang, sekaligus juga mengedarkan alat tukar baru dalam bentuk uang bank atau giral. Dilihat dari aspek fungsi perbankan, bank tersebut terdiri dari bank primer yaitu bank sirkulasi dan pencetak uang, dan bank sekunder yang terdiri dari bank-bank umum, bank syari’ah, bank tabungan pembiayaan usaha, dan sebagainya.
Dalam konteks akselerasi pengembangan dan operasionalisasi perbankan syari’ah di Indonesia, ada beberapa peluang dan langkah strategik. Pertama, pengembangan jaringan kantor perbankan syari’ah. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan jaringan kantor bank syari’ah sangat diperlukan. Jaringan kerjasama dengan sesama lembaga keuangan, terutama antarbank syari’ah akan terbentuk dalam bentuk penempatan dana antarbank dan kemampuan mengatasi masalah likuiditas. Begitu juga kerjasama dengan lembaga lain seperti kantor pos, pemanfaatan teknologi seperti ATM jelas membuat perbankan syari’ah semakin dekat dengan masyarakat. Dalam kerangka peningkatan efisiensi usaha, bank syari’ah perlu beroperasi dengan skala yang ekonomis (economic scale), dengan pengembangan jumlah jaringan kantor bank yang luas.
Operasional perbankan syari’ah, dapat dikembangkan melalui perluasan jaringan, yang dilakukan dengan peningkatan kualitas perbankan syari’ah yang telah beroperasi dan pembukaan kantor cabang syari’ah bagi bank konvensional, serta pembukaan full-branch syari’ah. Pengembangan jaringan bank syari’ah ini, dapat mendorong inovasi produk dan jasa perbankan syari’ah, serta secara kompetitif menuju peningkatan kualitas pelayanan.
Secara praksis, di Indonesia dalam suatu bank boleh diterapkan dual banking system, dengan sistem two windows atau branch system. Dengan sistem ini, dua sistem perbankan dapat terselenggara secara berdampingan, yang pelaksanaanya sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan. Dalam operasional perbankan yang berdasar syari’ah mesti memiliki Dewan Pengawas Syari’ah (DPS)
[3] sebagai suatu badan independen pengawas syari’ah, yang disetujui oleh Dewan Syari’ah Nasional (DSN), serta berupaya membentuk Unit Usaha Syari’ah (UUS) sebagai satuan kerja setingkat divisi, yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syari’ah yang ada. Dengan demikian, meskipun pada tataran implementatif—di Indonesia disebut branch system—Unit Usaha Syari’ah dalam bentuk suatu divisi, tidak boleh bercampur aduk dengan unit usaha non-syari’ah yang lain di kantor pusatnya.
Kedua, pengembangan tenaga-tenaga profesional perbankan syari’ah. Pengembangan sumber daya manusia atau tenaga-tenaga profesional perbankan syari’ah sangat signifikan, karena pada level mikro keberhasilan pengembangan sangat ditentukan oleh kualitas manajemen dan tingkat pengetahuan pengelola bank. Selain memahami mekanisme perbankan secara umum, sumber daya manusia dituntut pula untuk memahami aplikasi ketentuan-ketentuan syari’ah dalam praktek perbankan. Peningkatan kulitas sumber daya manusia dalam bentuk bantuan teknis, maupun sebagai mediator dengan institusi pelatihan perbankan syari’ah yang profesional.
Ketiga, sosialisasi sistem perbankan syari’ah terhadap masyarakat secara lebih luas. Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap perbankan syari’ah sangat penting, baik dalam bentuk produk dan pelayanan jasa, maupun prinsip-prinsip operasional perbankan syari’ah. Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syari’ah sebenarnya sudah mulai terbangun. Preferensi masyarakat cukup tinggi yang terlihat—dalam beberapa bulan saja setelah fatwa MUI pada akhir tahun lalu itu—semakin meningkatnya lonjakan dana masyarakat yang terjaring ke dalam perbankan syari’ah.
Sosialisasi perbankan syari’ah selain melalui media cetak dan televisi, diperlukan pula melalui media modern, seperti internet. Bahkan, sosialisasi sistem syari’ah melalui “kesejukan siraman rohani” para ulama turut berpengaruh dalam akselerasi perkembangan bisnis berbasis syari’ah ini.
Pelatihan atau lokakarya bagi juru-juru dakwah dan tokoh-tokoh tradisional karismatis amat urgen dalam rangka memberikan pemahaman yang mendalam tentang bisnis modern yang berdasarkan syari’ah. Jalur melalui media dakwah ini sangat penting untuk sosialiasi ke dalam komunitas-komunitas yang lebih spesifik lagi untuk sampai ke akar-akar masyarakat yang merindukan prinsip syari’ah.
Keempat, peningkatan pengembangan piranti moneter dan pasar uang antarbank syari’ah (PUAS). Dalam rangka mendukung kebijakan moneter dan operasional perbankan syari’ah, penyusunan piranti moneter dan pasar uang antarbank syari’ah mengacu kepada ketentuan Undang-undang No. 23 tahun 1999. Pengembangan sistem penyelenggaraan kliring bank syari’ah sangat urgen, untuk mendukung pasar keuangan antarbank syari’ah, serta ketentuan-ketentuan pelaksanaan operasi pasar uang, yang berdasar syari’ah.
Peningkatan kualitas manajemen likuiditas bank syari’ah, sangat dipengaruhi oleh inovasi dan pengembangan piranti yang relevan. Apalagi pengelolaan likuiditas merupakan fungsi terpenting yang dilaksanakan oleh lembaga perbankan.
Dalam mekanisme operasional, ketentuan-ketentuan mengenai hal itu, antara lain berkenaan dengan standar akuntansi, audit dan pelaporan, instrumen untuk pengelolaan likuiditas, dan instrumen moneter yang sarat dengan muatan prinsip-prinsip syari’ah. Di samping itu, juga berkenaan dengan ketentuan-ketentuan yang terkait dengan prinsip kehati-hatian (prudential regulation) dan lainnya.
Pengelolaan dana bank-bank syari’ah, pengembangan berbagai instrumen pasar keuangan, serta pendirian institusi-institusi pendukung, juga sangat urgen. Dengan pengembangan tersebut, diharapkan dapat mendukung manajemen aset dan liability bank syari’ah secara efisien.
Kelima, pengaturan aspek kelembagaan serta penyempurnaan landasan hukum dan mekanisme operasional bank syari’ah. Penerapan prinsip syari’ah secara lebih efisien, konsisten, dan kompetitif pada perbankan, diperlukan adanya landasan hukum dan ketentuan operasional, dengan karakteristik usaha yang shari’ah oriented. Dengan demikian, sistem perbankan syari’ah diharapkan dapat menjadi elemen dari sistem moneter yang berfungsi baik secara kompetitif dengan bank lain.
Landasan kelembagaan dan mekanisme operasional bank syari’ah kiranya membantu mendorong akselerasi yang bergerak lebih cepat dan lebih dinamis lagi. Dalam konteks ini, BI dan Departemen Keuangan sebagai regulator secara akomodatif harus menyediakan aturan-aturan yang kondusif bagi perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia.
Keenam, persaingan yang sehat dalam perkembangan antarbank syari’ah harus diutamakan. Jaringan kerjasama antarbank syari’ah bahkan dapat terbentuk dalam bentuk penempatan dana antarbank dan kemampuan mengatasi masalah likuiditas. Persaingan yang tidak sehat antarbank syari’ah dapat melejitkan segelintir saja, lalu ambruk sama-sama karena menguapnya kembali kepercayaan masyarakat yang sudah mulai terbangun.
Dalam operasional perbankan syari’ah, prioritas utama adalah memelihara citra yang telah mulai terbangun agar perbankan syari’ah tetap terpercaya dan andal. Terpercaya karena sistem perbankan berdasarkan prinsip syari’ah yang merata baik dalam bentuk produk dan pelayanan jasa, maupun dalam prinsip-prinsip operasional perbankan syari’ah. Aspek ini akan mendorong terciptanya etika usaha, dengan komitmen dan integritas yang tinggi. Andal karena perbankan syari’ah memiliki infrastruktur yang luas dan produk yang semakin beragam yang relevan dengan gerak laju perubahan masyarakat yang semakin dinamis.










Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda